Pemerintah mengeluarkan delapan paket kebijakan perpajakan dalam rangka perbaikan sistem dan tata kelola instansi perpajakan, serta pemberian insentif fiskal bagi wajib pajak badan berupa tax holiday.
Menteri Keuangan Agus D. W. Martowardojo menilai selama ini paket kebijakan perpajakan ataupun penerbitan berbagai aturan insentif fiskal belum tersosialisasi dengan sistematis sehingga implementasinya kurang efektif.
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan delapan paket kebijakan, yaitu :
Untuk mengatasi masalah itu pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengeluarkan delapan paket kebijakan, yaitu :
1. Pertama, pemisahan fungsi pembuat kebijakan perpajakan dengan fungsi implementasinya.
Apabila selama ini instansi perpajakan (Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai) merangkap fungsi sebagai pembuat aturan sekaligus pelaksana kebijakan, maka mulai Januari 2011 fungsi pembuat kebijakan dan peraturan diambil alih oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
"Pembahasan mengenai pengalihan fungsi pembuat aturan perpajakan sudah selesai. Kami tegaskan itu menjadi inisiatif BKF," ujar Menkeu dalam jumpa pers, hari ini.
2. Kedua, mempertegas amanat pasal 36 A Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengenai penegakan sanksi tegas bagi petugas pajak yang lalai atau dengan sengaja melanggar aturan dalam menjalankan tugasnya.
3.Ketiga, melakukan kerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) tentang pemanfaatan hasil audit laporan keuangan perusahaan yang kredibel dan sesuai dengan standar akutansi negara sebagai dasar perhitungan kewajiban pajak.
4.Keempat, mempertegas kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kesetaraan perlakuan impor film dan nasional melalui surat edaran.
5.Kelima, menerbitkan Peraturan Pemerintah No.93/2010 tentang Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana, penelitian dan pengembangan (Litbang), pendidikan, olahraga, dan pe,mbangunan infrastruktur social sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP).
6.Keenam, menerbitkan Peraturan Pemerintah No.94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
Apabila selama ini instansi perpajakan (Ditjen Pajak dan Ditjen Bea dan Cukai) merangkap fungsi sebagai pembuat aturan sekaligus pelaksana kebijakan, maka mulai Januari 2011 fungsi pembuat kebijakan dan peraturan diambil alih oleh Badan Kebijakan Fiskal (BKF).
"Pembahasan mengenai pengalihan fungsi pembuat aturan perpajakan sudah selesai. Kami tegaskan itu menjadi inisiatif BKF," ujar Menkeu dalam jumpa pers, hari ini.
2. Kedua, mempertegas amanat pasal 36 A Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) mengenai penegakan sanksi tegas bagi petugas pajak yang lalai atau dengan sengaja melanggar aturan dalam menjalankan tugasnya.
3.Ketiga, melakukan kerja sama dengan menandatangani nota kesepahaman antara Direktorat Jenderal Pajak dengan Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) tentang pemanfaatan hasil audit laporan keuangan perusahaan yang kredibel dan sesuai dengan standar akutansi negara sebagai dasar perhitungan kewajiban pajak.
4.Keempat, mempertegas kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kesetaraan perlakuan impor film dan nasional melalui surat edaran.
5.Kelima, menerbitkan Peraturan Pemerintah No.93/2010 tentang Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana, penelitian dan pengembangan (Litbang), pendidikan, olahraga, dan pe,mbangunan infrastruktur social sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP).
6.Keenam, menerbitkan Peraturan Pemerintah No.94/2010 tentang Penghitungan Penghasilan Tidak Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan.
7.Ketujuh, adalah menyederhanakan prosedur pembebasan PPh pasal 22 atas impor barang.
8.Kedelapan, perlakuakn perpajakan untuk penyederhanaan birokrasi dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang sifatnya memberikan bantuan, hibah ataupun sumbangan tanpa prosedur yang panjang. Untuk itu, Kemenkeu mendelegasikan kewenangan itu kepada Ditjen Bea dan Cukai. (esu)
8.Kedelapan, perlakuakn perpajakan untuk penyederhanaan birokrasi dalam mendukung kegiatan-kegiatan yang sifatnya memberikan bantuan, hibah ataupun sumbangan tanpa prosedur yang panjang. Untuk itu, Kemenkeu mendelegasikan kewenangan itu kepada Ditjen Bea dan Cukai. (esu)