Beberapa waktu lalu, majalah Globe Asia merilis 100 besar kelompok usaha di Indonesia, yang diukur dari nilai penjualan yang diraih. Nama-nama beken seperti Salim, Sinar Mas, dan Lippo masih betah duduk di posisi sepuluh besar dalam daftar tersebut. Keadaan ini tak ubahnya dengan kondisi 15 tahun lalu di saat Indonesia masih menjadi macan ekonomi Asia. Ketika itu, disamping perusahaan-perusahaan pelat merah, tiga kelompok bisnis inilah yang menjadi penggerak ekonomi kita. Ketahanan mereka dalam menjalani usaha patut diacungi jempol. Kalau dulu tiga kelompok ini mendapat bekingan penuh dari pemerintah, maka kini keistimewaan itu tidak lagi mereka dapat. Mereka harus mampu memutar otak, untuk bertahan dan terus berkembang menghadapi pesaing-pesaing lokal dan mancanegara yang telah mulai merangsek pasar tanah air. Selain tiga itu, muncul nama-nama baru yang sepuluh tahun lalu tak pernah diperhitungkan. Kemunculan mereka bak meteor. Sebutlah saja Raja Garuda Mas atau Triputra Grup atau Para Grup. Satu dasawarsa lalu, kelompok-kelompok usaha itu tidaklah ada apa-apanya, malah Triputra Grup baru berdiri setelah krisis ekonomi 1998.
Dari kelompok usaha yang baru terbit, Bakrie Grup-lah yang paling fenomenal. Kelompok usaha yang digadangkan oleh Aburizal Bakrie ini, sepuluh tahun lalu baru memulai ekspansi usahanya. Tapi tengoklah kini, Bakrie Grup nongkrong di posisi kelima dalam daftar tersebut. Pencapaian ini juga telah mendudukan Aburizal sebagai manusia terkaya di Asia Tenggara pada tahun 2007 silam. Selain kelompok usaha nasional, beberapa kelompok usaha asing juga menghiasi daftar ini. Dalam daftar sepuluh besar, ada nama Jardine Matheson dan Phillip Morris International.
Pada daftar yang dirilis bulan Agustus 2009 tersebut, Jardine Matheson milik Henry Keswick duduk sebagai pemuncak. Jardine meraih penjualan sebesar US$ 10,2 milyar, atau naik 13% dari penjualan tahun sebelumnya yang hanya sebesar US$ 9,06 milyar. Masuknya Jardine dalam percaturan bisnis tanah air, dimulai dengan pencaplokan Astra Grup milik taipan gaek William Suryajaya. Setelah pengakuisisian itu, pembelian aset-aset nasional oleh Jardine terus berlanjut. Di Indonesia, konglomerasai bisnis Jardine-Astra sangatlah besar. Mereka menguasai bisnis otomotif (Astra International), perbankan (Bank Permata), properti (Gedung WTC), hotel (Mandarin Hotel), penjualan eceran (Hero Supermarket), dan farmasi (Guardian Pharmacy).
Sebagai runner-up, ada kelompok usaha Salim. Kelompok bisnis yang pernah menjadi terbesar di Asia Tenggara ini membukukan penjualan sebesar US$ 9,1 milyar. Aset kelompok Salim memang telah menciut jika dibandingkan dengan masa-masa jayanya ketika Orde Baru dulu. Namun kekuatan Salim belumlah habis. Salim masih menguasai Indofood, perusahaan mi instan terbesar di dunia, Bogasari, Indocement, jaringan supermarket Indomaret dan Super Indo, serta perkebunan kelapa sawit di Sumatera. Otot-otot bisnis Salim bahkan telah merentang jauh hingga ke India dan Tiongkok.
Di posisi ketiga bertengger nama besar Sinar Mas Grup. Sejak krisis ekonomi tahun 1998 beberapa kelompok usaha besar Indonesia bertumbangan, tak terkecuali kelompok usaha Sinar Mas. Karena krisis inilah, Sinar Mas kehilangan pilar bisnis utamanya yakni Bank International Indonesia. BII, biasa bank itu disebut, harus dilego ke BPPN dan kini telah beralih tangan ke Temasek Holding asal Singapura. Kehilangan BII tak membuat Sinar Mas kehilangan akal. Untuk membangun kembali pilar bisnisnya melalui perbankan, Sinar Mas mendirikan Bank Sinar Mas. Selain mumpuni di bisnis keuangan, Sinar Mas juga menjadi pengembang yang handal. Proyek propertinya seperti kota mandiri Bumi Serpong Damai, diakui menjadi salah satu karya terbaik anak bangsa.
Djarum Grup duduk di posisi berikutnya. Kelompok usaha yang berawal dari bisnis rokok ini, kini telah mendiversifikasi usahanya ke bisnis perbankan dan properti. Bank Central Asia, bank swasta terbesar di tanah air yang sebelumnya menjadi kendaraan bisnis Salim Grup, kini berada di genggamannya. Dengan penguasaan ini, Djarum dengan leluasa mengekpansi proyek-proyek bisnisnya. Kompleks Grand Indonesia, yang memadukan pertokoan, perkantoran, hotel, dan apartemen, kini menjadi aset properti paling prestisius yang dimiliki kelompok Djarum.
Peringkat kelima ditempati Bakrie Grup. Kelompok ini menjadi salah satu ikon kebangkitan pengusaha Indonesia. Imperium bisnis Bakrie menjulur ke seluruh Indonesia, mulai dari usaha pertambangan, properti, keuangan, hingga media. Lewat perusahaan pertambangan Bumi Resources, Bakrie menjadi pengusaha tambang batu bara terbesar kedua di dunia. Di pasar modal Indonesia, hanya seven brothers Bakrie Grup-lah yang bermain. Bahkan selama dua tahun terakhir, transaksi saham grup Bakrie mendominasi Bursa Efek Indonesia. Kapitalisasi pasar Bumi Resources-pun sempat menjadi yang terbesar, melampaui Telkom Indonesia. Dominannya Bakrie di lantai bursa kita, menjadikannya sebagai pembuat pasar yang mampu mengerek atau menjungkalkan indeks harga saham gabungan (IHSG).
Berikut daftar lengkap 100 kelompok usaha terbesar tanah air :
1. Jardine Matheson, milik Henry Keswick (Inggris), pendapatan US$ 10.200 juta
2. Salim Grup, Anthony Salim, US$ 9.100 juta
3. Sinar Mas Grup, Eka Tjipta Widjaja, US$ 5.200 juta
4. Djarum Grup, Budi Hartono, US$ 4.900 juta
5. Bakrie Grup, Aburizal Bakrie, US$ 4.400 juta
6. Gudang Garam, Susilo Wonowidjojo, US$ 3.900 juta
7. Phillip Morris International, Phillip Morris (AS), US$ 3.600 juta
8. Lippo Grup, Mochtar Riady, US$ 3.300 juta
9. Raja Garuda Mas, Sukanto Tanoto, US$ 2.900 juta
10. Triputra Grup, Teddy P. Rachmat, US$ 2.700 juta
11. Khazanah Grup, Pemerintah Malaysia, US$ 2.600 juta
12. Para Grup, Chairul Tanjung, US$ 2.000 juta
13. Saratoga Capital, Edwin Soerjadjaja & Sandiaga Uno, US$ 1.980 juta
14. Qatar Telecommunication, Pemerintah Qatar, US$ 1.900 juta
15. Barito Pacific, Prajogo Pangestu, US$ 1.800 juta
16. Sampoerna, Putera Sampoerna, US$ 1.600 juta
17. Unilever, Mavibel BV (Belanda/Inggris), US$ 1.560 juta
18. Charoend Pokphand Grup, Benjamin Jiaravanon (Thailand), US$ 1.320 juta
19. Medco Energy, Arifin Panigoro, US$ 1.300 juta
20. Vale (Inco), CVRD Inco Ltd (Brazil), US$ 1.300 juta
21. Gajah Tunggal, Sjamsul Nursalim, US$ 1.280 juta
22. Ometraco Grup, Handojo Santosa, US$ 1.280 juta
23. Panasonic Gobel Grup, Rachmat Gobel, US$ 1.210 juta
24. Panin Bank Grup, Mukmin Ali Gunawan, US$ 1.200 juta
25. Carrefour, Carefour (Prancis), US$ 1.200 juta
26. Temasek Grup, Pemerintah Singapura, US$ 1.150 juta
27. Standard Chartered Bank, SCB London (Inggris), US$ 958 juta
28. Wings Grup, Eddy William Katuari, US$ 940 juta
29. Aneka Kimia Raya Grup, Soegiarto Adikoesoemo, US$ 940 juta
30. Trakindo, A.H.K Hamami, US$ 902 juta
31. Kalbe Farma Grup, Boenjamin Setiawan, US$ 790 juta
32. Risjadson Grup, Armadian Tritunggal, US$ 750 juta
33. Berlian Laju Tanker, Hadi Surya, US$ 700 juta
34. Bhakti Investama, Harry Tanoesoedibjo, US$ 680 juta
35. Rajawali Grup, Peter Sondakh, US$ 656,8 juta
36. Heidelberg Cement Grup, Heidelberg Cement (Jerman), US$ 637 juta
37. Citra Tubindo, Kris T. Wiluan, US$ 625 juta
38. ABC Grup, Husain Djojonegoro, US$ 590 juta
39. Indorama Synthetics, Sri Prakash Lohia, US$ 553 juta
40. Sungai Budi, Widiarto, US$ 551 juta
41. Ramayana Lestari Sentosa, US$ 550 juta
42. Tunas Ridean, Tunas Andalan Pratama, US$ 550 juta
43. Maspion Grup, Alim Markus, US$ 510 juta
44. Samudera Indonesia, Shanti Poesposoetjipto, US$ 500,1 juta
45. Danone, Danone Grup, US$ 500 juta
46. Kompas-Gramedia, Jakob Oetama, US$ 482 juta
47. Holcim Indonesia, Holderfin (Swiss), US$ 480 juta
48. Bosowa Grup, Aksa Mahmud, US$ 471 juta
49. Lautan Luas, Adyansyah Masrin, US$ 446 juta
50. Tembaga Mulia Semanan, The Furukawa Electric (Jepang), US$ 440,5 jutas
51. Tempo Scan Pacific, Kartini Muljadi, US$ 436,8 juta
52. Kodeco Grup, Bambang Soesatyo, US$ 435 juta
53. Mulia Grup, Eka Tjandranegara, US$ 432 juta
54. Gemala & Santini, Sofjan Wanandi, US$ 431,25 juta
55. Alfamart, Djoko Susanto, US$ 420 juta
56. Hadji Kalla Grup, Jusuf Kalla, US$ 415 juta
57. Sintesa Grup, Johnny Widjaja, US$ 410 juta
58. Bank Bukopin, Kopelindo, US$ 395 juta
59. Mayora Indah, Unita Branindo, US$ 390 juta
60. Persada Capital, Benny Sutrisno, US$ 360 juta
61. Davomas Abadi, Husein Sutjiadi, US$ 360 juta
62. Texmaco, HSBC-Fund Services (Inggris), US$ 340 juta
63. Modern Grup, Luntungan Honoris, US$ 333,8 juta
64. Agung Podomoro Grup, Trihatma K. Haliman, US$ 331 juta
65. OCBC-NISP, OCBC Bank Singapore (Singapura), US$ 326 juta
66. Sinar Sosro, Soegiharto Sosrodjojo, US$ 316 juta
67. Metrodata Grup, Hiskak Secakusuma, US$ 310 juta
68. Sriwijaya Air, Chandra Lie, US$ 310 juta
69. Fajar Surya Wisesa, Intercipta Sempana, US$ 302,7 juta
70. Garudafood, Sudhamek, US$ 300 juta
71. Rodamas Grup, Tan Siong Kie, US$ 294 juta
72. Artha Graha Grup, Tomy Winata, US$ 294 juta
73. Hexindo/Hitachi Indonesia, Hitachi Construction (Jepang), US$ 280,8 juta
74. Arpeni Pratama Oceanline, Untoro Surya, US$ 279 juta
75. Truba Alam Manunggal, Alam Manunggal, US$ 257 juta
76. FKS Multi Agro, Era Investama Cemerlang, US$ 250 juta
77. Batavia Air, Yudiawan Tansari, US$ 240 juta
78. Voksel Electric, Perfect Prospect, US$ 238 juta
79. Ciputra Grup, Ciputra, US$ 227 juta
80. Busana Apparel, Marimutu Maniwanen, US$ 216 juta
81. Sucaco, Moda Sukma, US$ 213 juta
82. Fast Food Indonesia, Dick Gelael, US$ 210 juta
83. Emtek Grup, Eddy Sariaatmadja dan Fofo Sariaatmadja, US$ 210 juta
84. Sierad Produce, Harvest Agents, US$ 202 juta
85. Apac Citra Centertex, US$ 200 juta
86. Trias Sentosa, Adilaksa Manunggal, US$ 191 juta
87. Pan Brothers, Intiniaga Usahamakmur, US$ 181 juta
88. Malindo Feedmill, Dragon Amity, US$ 176 juta
89. Sat Nusapersada, Abidin Hasibuan, US$ 175 juta
90. OSO Grup, Oesman Sapta Oedang, US$ 175 juta
91. Indo Kordsa, Kordsa Global, US$ 173 juta
92. Sumi Indo Kabel, Sumitomo Electric Industry (Jepang), US$ 168 juta
93. Total Bangun Persada, Komajaya, US$ 165 juta
94. Gunung Agung Grup, Putra Masagung, US$ 164 juta
95. Dynaplast, Soebakti Hambali, US$ 164 juta
96. Surya Semesta Internusa, Union Sampoerna, US$ 155 juta
97. Panorama Leisure Grup, Satrijanto Tirtawisata, US$ 145 juta
98. ADR Grup, Adrindo Intiperkasa, US$ 139 juta
99. Alakasa Industrindo, Ryburn Investment, US$ 138 juta
100. Summarecon, Soetjipto Nagaria, US$ 135 juta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar