STATEMENT KEBIJAKAN MONETER 
Dewan Gubernur Bank Indonesia menilai bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tetap kuat  meskipun kekhawatiran terhadap prospek ekonomi dunia masih tinggi. Pertumbuhan  ekonomi pada triwulan III 2011 mencapai 6,5% yang didukung oleh tingginya ekspor  dan kuatnya konsumsi. Pencapaian tersebut mengindikasikan masih terbatasnya  dampak gejolak ekonomi global terhadap perekonomian domestik. Pada triwulan IV  2011, pertumbuhan ekonomi berpotensi lebih tinggi dari triwulan sebelumnya,  ditopang oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan ekspor serta prakiraan  peningkatan belanja Pemerintah pada bulan terakhir. Prakiraan kuatnya konsumsi  rumah tangga didukung oleh terjaganya daya beli dan optimisme konsumen.  Sementara itu, pertumbuhan ekspor diprakirakan masih tinggi. Secara keseluruhan  tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 6,5%. Sektor-sektor yang  diprakirakan menjadi pendorong utama adalah sektor industri, sektor perdagangan,  hotel dan restoran, serta sektor transportasi dan komunikasi. 
 Dewan Gubernur berpandangan hingga saat ini pasar keuangan domestik terus  membaik. Kondisi yang membaik tersebut seiring dengan berbagai langkah kebijakan  yang ditempuh Bank Indonesia dan Pemerintah dalam memitigasi dampak gejolak  ekonomi global. Hal itu tercermin pada kinerja bursa saham yang meningkat dan  imbal hasil SBN yang menurun. Di sisi lain, suku bunga pasar uang antar bank  juga cenderung menurun seiring dengan tersedianya likuiditas yang memadai. Dalam  kaitan ini penyesuaian BI Rate ke level 6,0% diharapkan dapat memperbaiki  struktur suku bunga menurut berbagai tenor jatuh tempo. 
 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan IV 2011 diprakirakan akan  mengalami surplus yang cukup besar setelah mengalami defisit pada triwulan  sebelumnya. Defisit NPI pada triwulan III 2011 lebih banyak disebabkan oleh  imbas negatif dari krisis utang di Eropa yang memicu sebagian investor asing  keluar dari pasar saham dan surat utang negara. Sementara itu, sentimen positif  pada prospek perekonomian Indonesia dan masih menariknya imbal hasil investasi  di Indonesia diprakirakan menjadi daya dorong masuknya kembali modal asing ke  Indonesia pada triwulan IV 2011 sehingga memperbaiki kinerja transaksi modal dan  finansial (TMF). Selain itu, penarikan utang luar negeri juga diperkirakan tetap  tinggi sejalan dengan realisasi investasi swasta dan pengeluaran Pemerintah yang  meningkat pada triwulan IV 2011. Untuk keseluruhan tahun 2011, NPI diprakirakan  masih akan mencatat surplus yang cukup besar. Sementara itu, cadangan devisa  pada akhir Oktober 2011 tercatat sebesar 114 miliar dolar AS atau setara dengan  6,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah. 
 Nilai tukar rupiah masih mengalami tekanan dengan intensitas dan pergerakan  yang lebih rendah. Pada Oktober 2011, nilai tukar rupiah secara rata-rata  melemah 1,36% (mtm) menjadi Rp8.865 per dolar AS. Risiko terkait prospek ekonomi  Eropa dan AS telah mendorong investor melakukan penyesuaian instrumen  investasinya sehingga menimbulkan tekanan pada nilai tukar. Selain itu,  permintaan valas untuk memenuhi pembayaran impor yang meningkat juga turut  menekan nilai tukar rupiah. Namun, berbagai langkah kebijakan Bank Indonesia dan  Pemerintah dapat membatasi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Bank Indonesia  terus memonitor perkembangan nilai tukar rupiah dan memastikan kecukupan  likuiditas rupiah dan valas yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan pasar  domestik. 
 Tekanan inflasi terus menurun seiring dengan penurunan harga komoditas  global, pasokan yang memadai serta ekspektasi inflasi yang membaik. IHK pada  Oktober 2011 mengalami deflasi sebesar 0,12% (mtm) atau 4,42% (yoy), didorong  oleh deflasi kelompok inti dan volatile food. Deflasi kelompok inti antara lain  diakibatkan oleh menurunnya harga komoditas global, khususnya emas. Sementara  itu, deflasi harga bahan pangan sejalan dengan memadainya pasokan yang didukung  oleh membaiknya produksi dan impor serta lancarnya distribusi. Inflasi tahun  2011 diprakirakan akan menuju batas bawah target inflasi pada kisaran 4%. 
 Perkembangan sistem perbankan menunjukkan stabilitas yang tetap terjaga  dengan fungsi intermediasi yang membaik, meskipun sempat terjadi gejolak di  pasar keuangan akibat pengaruh global. Terjaganya stabilitas industri perbankan  dicerminkan oleh tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio)  yang berada jauh di atas minimum 8% dan rendahnya rasio kredit bermasalah  (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, penyaluran kredit  untuk pembiayaan kegiatan perekonomian terus meningkat, sebagaimana tercermin  pada pertumbuhan kredit yang mencapai 25,3% (yoy) hingga akhir September 2011  dengan kredit investasi sebesar 31,1% (yoy) dan kredit modal kerja sebesar 24%  (yoy) serta kredit konsumsi sebesar 23,8% (yoy). Bank Indonesia tetap fokus  menjaga stabilitas sistem perbankan dan memperkuat fungsi intermediasi dengan  tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian, sehingga perekonomian nasional tetap  dapat mencapai pertumbuhan yang optimal di tengah kekhawatiran terhadap prospek  perekonomian global. 
 Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 10 November 2011  memutuskan untuk menurunkan kembali BI Rate sebesar 50 bps menjadi 6,00%.  Penurunan BI Rate tersebut sejalan dengan tekanan inflasi ke depan yang semakin  rendah sekaligus sebagai langkah perbaikan terhadap struktur suku bunga (term  structure) jangka pendek, menengah dan panjang. Penurunan tersebut juga  dimaksudkan untuk mengurangi dampak memburuknya prospek ekonomi global terhadap  perekonomian Indonesia. Indikator produksi dan konsumsi negara-negara maju masih  terus melambat, sementara pasar keuangan global masih cenderung volatile  meskipun sempat rebound. Sementara itu, kondisi pasar keuangan domestik semakin  stabil disertai sentimen pasar yang positif seiring dengan berbagai kebijakan  yang ditempuh Bank Indonesia bersama dengan Pemerintah. Ke depan, Dewan Gubernur  terus mewaspadai perkembangan ekonomi global yang masih diliputi ketidakpastian,  seiring belum solidnya penyelesaian masalah utang dan fiskal di Eropa dan AS.  Dewan Gubernur akan menempuh respons suku bunga serta bauran kebijakan moneter  dan makroprudensial lainnya untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan memitigasi  potensi penurunan kinerja perekonomian Indonesia dengan tetap mengutamakan  pencapaian sasaran inflasi, yaitu 5%±1% pada tahun 2011 dan 4,5%±1% pada tahun  2012.


